Pengenaan pajak di Indonesia menurut kewenangan memungut pajak tediri atas 2 kelompok, yakni;
1. Pajak Pusat
2. Pajak Daerah
1. Pajak Pusat, terdiri atas:
a. PPh, diatur dalam UU no. 7 tahun 1984 stdtd UU no. 36 tahun 2008.
b. PPN dan PPnBM, diatur dalam UU no. 8 tahun 1983 stdtd UU no. 42 tahun 2009.
c. Bea Materai, diatur dalam UU no. 13 tahun 1985.
d. PBB, diatur dalam UU no. 12 tahun 1985 stdtd UU no. 12 tahun 1994
2. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah/PDRD (UU no. 28 tahun 2009), terdiri atas:
A. Pajak Provinsi:
a. Pajak Kendaraan Bermotor
b. Bea Balik Nama Kendaraan bermotor
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
d. Pajak Air Permukaan
e. Pajak rokok
B. Pajak Kabupaten/Kota:
a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
g. Pajak Parkir
h. Pajak Air Tanah
i. Pajak Sarang Burung Walet
j. Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pedesaan dan Perkotaan (PBB Sektor P2)
k. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
Jadi, "orang pajak" tidak hanya ada di Direktorat Jenderal Pajak yaa....
di pemda juga ada....
:)
MARI BERBAGI
Sabtu, 19 Januari 2013
Pajak itu apa sih?
Mendengar kata "pajak", masih banyak orang yang berpikiran negatif. Hal ini dikarenakan banyaknya kasus-kasus korupsi dan penyuapan yang melibatkan pegawai Kementerian Keuangan yang mana di tengah-tengah masyarakat lebih akrab disapa "orang pajak". Banyak orang menganggap bahwa pajak yang mereka bayarkan dimakan orang pajak. Sampai-sampai ada wacana untuk beramai-ramai memboikot pajak.
Pajak adalah tiang negara kita. Kalau saja wacana memboikot pajak benar-benar terjadi saya yakin negara ini akan bangkrut. Anggap saja boikot pajaknya selama 1 tahun. Anda-anda yang orang tuanya PNS tidak terima gaji selama 1 tahun, anda mau makan apa? Ayah saya yang sehari-hari bekerja sebagai buruh bangunan tidak bisa kerja karena tidak ada lagi pembangunan. Tidak ada lagi subsidi BBM (harga BBM kalau tidak disubsidi, cari saja di google). Akibatnya harga-harga akan naik. Krisis moneter akan kembali terulang.
Kita bisa menarik kesimpulan sederhana bahwa negara kita ini berdiri dan bernafas karena pajak. Oleh karena itu sepatutnyalah kita "BANGGA BAYAR PAJAK". Kalau anda tidak bayar pajak, berterimakasihlah kepada orang-orang yang telah membayar pajak.
Bayar pajak itu di bank, bukan di kantor pajak. Saat kita bayar pajak, uang kita langsung masuk ke kas negara. Jadi sangat tidak mungkin pajak yang kita bayar dimakan orang pajak. Kemudian timbul pertanyaan, apa yang telah dikorupsi orang pajak?
Perlu kita ketahui bahwa pajak yang terhutang yang harus dibayar oleh perusahaan-perusahaan besar itu sangat besar. Tidak sedikit di antaranya yang tidak rela untuk membayar pajak dan kemudian melakukan tax planning, berusaha untuk mengecilkan pajak yang harus mereka bayar. Tax planning boleh-boleh saja asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa banyak perusahaan dengan tax planning yang bertentangan dengan undang-undang. Hal inilah yang akan menimbulkan masalah, cepat atau lambat. Di sini pulalah orang pajak yang nakal akan mengambil keuntungan, denagn cara "atur damai" dengan wajib pajak nakal yang enggan membayar pajak dengan nilai yang seharusnya ia bayar.
Pajak adalah tiang negara kita. Kalau saja wacana memboikot pajak benar-benar terjadi saya yakin negara ini akan bangkrut. Anggap saja boikot pajaknya selama 1 tahun. Anda-anda yang orang tuanya PNS tidak terima gaji selama 1 tahun, anda mau makan apa? Ayah saya yang sehari-hari bekerja sebagai buruh bangunan tidak bisa kerja karena tidak ada lagi pembangunan. Tidak ada lagi subsidi BBM (harga BBM kalau tidak disubsidi, cari saja di google). Akibatnya harga-harga akan naik. Krisis moneter akan kembali terulang.
Kita bisa menarik kesimpulan sederhana bahwa negara kita ini berdiri dan bernafas karena pajak. Oleh karena itu sepatutnyalah kita "BANGGA BAYAR PAJAK". Kalau anda tidak bayar pajak, berterimakasihlah kepada orang-orang yang telah membayar pajak.
Bayar pajak itu di bank, bukan di kantor pajak. Saat kita bayar pajak, uang kita langsung masuk ke kas negara. Jadi sangat tidak mungkin pajak yang kita bayar dimakan orang pajak. Kemudian timbul pertanyaan, apa yang telah dikorupsi orang pajak?
Perlu kita ketahui bahwa pajak yang terhutang yang harus dibayar oleh perusahaan-perusahaan besar itu sangat besar. Tidak sedikit di antaranya yang tidak rela untuk membayar pajak dan kemudian melakukan tax planning, berusaha untuk mengecilkan pajak yang harus mereka bayar. Tax planning boleh-boleh saja asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa banyak perusahaan dengan tax planning yang bertentangan dengan undang-undang. Hal inilah yang akan menimbulkan masalah, cepat atau lambat. Di sini pulalah orang pajak yang nakal akan mengambil keuntungan, denagn cara "atur damai" dengan wajib pajak nakal yang enggan membayar pajak dengan nilai yang seharusnya ia bayar.
Jumat, 29 Juni 2012
Siklus APBN
Siklus APBN terbagi ke dalam lima tahap, yakni;
1. Penyusunan APBN (Januari-Juli tahun n-1)
2. Penetapan APBN (16 Agustus-Oktober tahun n-1)
3. Pelaksanaan APBN (Januari-Desember tahun n)
4. Perubahan APBN, dan
5. Pertanggungjawaban APBN (Juli tahun n+1).
*n=tahun anggaran
I. Penyusunan APBN
Penyusunan APBN diawali dengan pembahasan pendahuluan antara pemerintah (Menteri Keuangan, Menteri Koordinator Bidang Keuangan, dan Kepala Bappenas) dengan DPR. Pembahasan pendahuluan membahas kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro yang menghasilkan output berupa;
-kebijakan umum
-prioritas anggaran
-pagu indikatif
setelah itu seluruh kementerian dan lembaga menyusun rencana kerja yang kemudian menjadi pagu sementara. Kemudian setiap KPA menyusun Rencana Kerja Anggaran berdasarkan pagu sementara. Rencana Kerja Anggaran tersebut kemudian dihimpun menjadi RKA K/L. RKA K/L ini kemudian dihimpun oleh Kementerian Keuangan lalu dibahas di DPR (badan anggaran). Setelah itu dikembalikan ke Kementerian Keuangan (Ditjen Anggaran) untuk ditelaah dan disusun menjadi RUU APBN/RAPBN disertai nota keuangan yang akan dibacakan pada pidato Presiden tanggal 16 Agustus.
II. Penetapan APBN
Penetapan APBN diawali dengan pidato Presiden tanggal 16 Agustus. Pidato Presiden tersebut merupakan pembahasan tingkat I. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan tingkat II ( tingkat Fraksi), pembahasan tingkat III (tingkat Komisi), dan yang terakhir adalah pembahasan tingkat IV (tingkat Paripurna). Pada pembahasan tingkat paripurna ini DPR memiliki hak budget (hak penganggaran). Artinya DPR bisa menetapkan lebih, sama, kurang, atau bahkan tidak menyetujui RAPBN tersebut menjadi UU APBN. Dan apabila DPR tidak menyetujui, maka pemerintah dapat melakukan pengeluaran setinggi-tinginya sebesar angka APBN tahun sebelumnya. Penetapan UU APBN ini selambat-lambatnya 2 bulan sebelum tahun anggaran berjalan.
III. Pelaksanaan APBN
IV. Perubahan APBN
V. Pertanggungjawaban APBN
1. Penyusunan APBN (Januari-Juli tahun n-1)
2. Penetapan APBN (16 Agustus-Oktober tahun n-1)
3. Pelaksanaan APBN (Januari-Desember tahun n)
4. Perubahan APBN, dan
5. Pertanggungjawaban APBN (Juli tahun n+1).
*n=tahun anggaran
I. Penyusunan APBN
Penyusunan APBN diawali dengan pembahasan pendahuluan antara pemerintah (Menteri Keuangan, Menteri Koordinator Bidang Keuangan, dan Kepala Bappenas) dengan DPR. Pembahasan pendahuluan membahas kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro yang menghasilkan output berupa;
-kebijakan umum
-prioritas anggaran
-pagu indikatif
setelah itu seluruh kementerian dan lembaga menyusun rencana kerja yang kemudian menjadi pagu sementara. Kemudian setiap KPA menyusun Rencana Kerja Anggaran berdasarkan pagu sementara. Rencana Kerja Anggaran tersebut kemudian dihimpun menjadi RKA K/L. RKA K/L ini kemudian dihimpun oleh Kementerian Keuangan lalu dibahas di DPR (badan anggaran). Setelah itu dikembalikan ke Kementerian Keuangan (Ditjen Anggaran) untuk ditelaah dan disusun menjadi RUU APBN/RAPBN disertai nota keuangan yang akan dibacakan pada pidato Presiden tanggal 16 Agustus.
II. Penetapan APBN
Penetapan APBN diawali dengan pidato Presiden tanggal 16 Agustus. Pidato Presiden tersebut merupakan pembahasan tingkat I. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan tingkat II ( tingkat Fraksi), pembahasan tingkat III (tingkat Komisi), dan yang terakhir adalah pembahasan tingkat IV (tingkat Paripurna). Pada pembahasan tingkat paripurna ini DPR memiliki hak budget (hak penganggaran). Artinya DPR bisa menetapkan lebih, sama, kurang, atau bahkan tidak menyetujui RAPBN tersebut menjadi UU APBN. Dan apabila DPR tidak menyetujui, maka pemerintah dapat melakukan pengeluaran setinggi-tinginya sebesar angka APBN tahun sebelumnya. Penetapan UU APBN ini selambat-lambatnya 2 bulan sebelum tahun anggaran berjalan.
III. Pelaksanaan APBN
IV. Perubahan APBN
V. Pertanggungjawaban APBN
Langganan:
Komentar (Atom)